Rabu, 26 Februari 2014

Toilet Warga LDII Menjadi Percontohan

Rabu, 26 Februari 2014 09:19


toilet-ldii
Gambar ilustrasi kloset miliki Supri, yang merupakan warga LDII

Ajaran Islam sangat menganjurkan untuk menjaga kebersihan dan menjaga kesucian. Bagaimana dengan toilet? Tentu saja dua syarat itu tak bisa diabaikan. Sebab toilet yang bersih dan mampu menjaga kesucian sangat menunjang untuk ibadah.
Provinsi Lampung sedang sibuk menghelat lomba kebersihan. Pasalnya, pemerintah provinsi akan mengikuti lomba desa sehat di level nasional. Kesibukan ini melanda pula Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulangbawang.
Pemkab dan jajarannya mengerahkan para stafnya untuk melakukan penilaian kebersihan di seluruh desa yang masuk wilayah Tulangbawang. Penjurian dilakukan mendadak dan tiba-tiba, untuk memperoleh hasil objektif. Maka pada Selasa (25/2/2014), sampailah rombongan juri ke Desa Suka Bakti.
Desa Suka Bakti memang rapi dan bersih. Tanpa penilaian yang mendadak pun desa ini bisa menang, karena kesadaran warganya untuk menjaga kebersihan terbilang tinggi. Tak berlebihan  bila desa Suka Bakti keluar sebagai juara pertama tingkat provinsi yang sekaligus akan mewakili provinsi Lampung di tingkat nasional.
Penilaian yang terkesan mendadak oleh Tim juri dari penggerak PKK KB Kesehatan kabupaten Tulang Bawang itu, membuat sejumlah warga kaget dan kelabakan, ketika tim mendatangi dan memeriksa satu per satu rumah-rumah warga.
Lain hal dengan Supri, salah seorang warga desa Suka Bakti yang setiap hari selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
Meskipun dirinya mengaku kaget dan tidak menduga akan ada pemeriksaan, namun pria warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini tetap tenang mempersilahkan tim penilai masuk dan memeriksa setiap sudut-sudut rumah tinggalnya.
Tim juri yang menjadikan posisi hadapan rumah, kebersihan lingkungan dan ketersediaan MCK sebagai fokus penilaian itu terkesima setelah masuk dan melihat kamar mandi milik Supri yang sangat luas, bak mandi berkapasitas besar dengan ukuran 1500L, ditambah pula dengan kaca cermin yang membentang luas di salah satu dindingnya.
Hal yang paling menarik perhatian tim penilai adalah kloset yang menurut pendapat tim penilai sangat unik. “Kloset ini sangat unik, saya belum pernah menemukan kloset seperti ini,”ujar salah seorang tim penilai.
Ketua TP PKK Tulang Bawang
Kloset miliki Supri memang lain dari yang lain, posisinya tinggi dari lantai dasar kamar mandi, dengan lubang kloset berkedalaman 35cm, lebar 15cm,  panjang 30cm.
“Ini sengaja dibuat sedemikian rupa, agar ketika kita buang air kecil maupun air besar, percikan yang terjadi tidak mengenai badan atau pakaian kita. Kita ketahui percikan dari lubang kloset itu mengandung kotoran, najis dan kuman penyakit,” kata Supri menjelaskan mengenai model kloset miliknya.
Menyaksikan hal tersebut, ketua Tim Penggerak PKK Tulang Bawang, Hj. Erna Hanan A. Rozak kepada MeTROdetik.com menyatakan kekagumannya. Ia mengaku akan menghimbau kepada seluruh warga Tulang Bawang untuk membuat kloset Supri.
“Ini unik dan terbukti memenuhi syarat kesehatan, saya sudah berkeliling di daerah Tulang Bawang, baru kali ini saya menjumpai kloset yang unik dan sehat ini, sangat cocok untuk menjaga kesehatan anggota tubuh dan pakaian agar tidak terkena kuman dan kotoran. MCK seperti ini wajib dimiliki setiap rumah tangga untuk memenuhi kategori sebagai rumah sehat,"ujar isteri dari bupati Tulang Bawang itu.
Menurutnya, kloset unik dan sehat itu harus disosialisasikan oleh jajaran Dinas Kesehatan Tulang Bawang kepada seluruh masyarakat Tulang Bawang, agar bisa diteruskan dan dicontoh oleh seluruh masyarakat Tulang Bawang.
“Ini harus dicontoh dan disosialisasikan kepada penduduk Tulang Bawang, sehingga Tulang Bawang bisa menjadi contoh bagi kabupaten-kabupaten lain di Lampung ini, bahkan bisa menjadi contoh buat daerah-daerah lain di seluruh Indonesia,” pungkas ketua TP PKK Tulang Bawang itu.
Selain penilaian terhadap rumah, tim penilai lomba desa juga mengamati drainase, taman, makanan, dan pusat-pusat pelayanan kesehatan.(metrodetik.com/rill/rizl
)

Rabu, 19 Februari 2014

Jika Bersin Berulang-ulang, Bagaimana Mendoakannya?

Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Di antara hak seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah saat ia bersin dan memuji Allah agar dibacakan tasymit kepadanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
"Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: Menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ : إذَا لَقِيته فَسَلِّمْ عَلَيْهِ ، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْهُ ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ
"Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: apabila engkau bertemu dengannya maka ucapkan salam kepadanya, apabila ia menguncangmu maka penuhilah undangannya, apabila ia meminta nasihat kepadamu maka nasihati ia, apabila ia bersin dan mengucapkan Al-hamdulillah, maka bertasymitlah (doakan) untuknya, apabila ia sakit maka jenguklah, dan apabila meninggal maka antarkanlah jelazahnya." (HR. Muslim)
Maksud beberapa perkara yang disebutkan hadits di atas sebagai hak seorang muslim atas mulim lainnya adalah sesuatu yang tidak layak untuk ditinggalkan. Boleh jadi mengerjakannya bisa menjadi wajib, sunnah, atau yang sangat dianjurkan yang menyerupai perkara wajib yang tak pantas ditinggalkan. Ini diperkuat oleh redaksi lain dalam Shahih Muslim,
خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ
"Lima perkara yang wajib ditunaikan seorang muslim terhadap saudara (muslim)-nya: Menjawab salam, mendoakan yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit, dan mengantar jenazah."
. . . Maksud hak seorang muslim atas mulim lainnya adalah sesuatu yang tidak layak untuk ditinggalkan. Boleh jadi mengerjakannya bisa menjadi wajib, sunnah, atau yang sangat dianjurkan yang menyerupai perkara wajib yang tak pantas ditinggalkan. . . 
Maksud Tasymit?
Bertasymit kepada orang yang bersin adalah dengan mengucapkan kepada orang yang bersin, "Yarhamukallah". (Lihat Syarh Nawawi 'Ala Muslim, hadits no. 3848). Dan maksud utama dari kalimat tasymit adalah mendoakan kebaikan untuk orang yang bersin dan dia memuji Allah. Jika tidak memuji Allah maka tidak dibacakan tasymit kepadanya.
Diriwayatkan Imam al-Bukhari rahimahullah dalam shahihnya no. 5756, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila salah seorang kamu bersin, hendaknya ia mengucapkan: Al-Hamdulillah. Dan hendaknya saudaranya atau sahabatnya mengucapkan kepadanya: Yarhamukallah. Maka apabila ia mengucapkan yarhamukallah kepadanya, hendaknya ia mengucapkan: Yahdikumullah wa Yuslihu Baalakum.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim no. 5308, dari Abu Burdah, ia berkata: "Aku pernah masuk menemui Abu Musa. Saat itu ia berada di rumah anak Perempuan a-Fadhal bin Abbas. Tiba-tiba aku bersin, tapi ia tidak bertasymit kepadaku (tidak mendoakanku). Dan bersinlah wanita itu, lalu ia bertasymit kepadanya." 
Kemudian Abu Burdah pulang menemui ibunya dan menceritakan kejadian tadi. Maka saat Abu Musa datang kepada ibunya, ia menanyakan hal itu: "Anakku bersin di sampingmu, tapi engkau tak bertasymit kepadanya. Sementara dia (Bintu Fadhal) bersin, engkau bertasymit kepadanya." Maka Abu Musa menjawab,
إِنَّ ابْنَكِ عَطَسَ فَلَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَمْ أُشَمِّتْهُ وَعَطَسَتْ فَحَمِدَتْ اللَّهَ فَشَمَّتُّهَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ
"Sesungguhnya anakmu bersin dan ia tidak memuji Allah (tidak membaca al-Hamdulillah), maka aku tidak bertasymit kepadanya. Sementara dia (bintu al-Fadhal) bersin dan ia memuji Allah, maka aku bertasymit kepadanya. Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila salah seorang kalian bersin dan memuji Allah, maka bertasymitlah kepadanya. Dan jika tidak memuji Allah, maka janganlah bertasymit untuknya"."
. . . maksud utama dari kalimat tasymit adalah mendoakan kebaikan untuk orang yang bersin dan dia memuji Allah.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim no. 5308, menjelaskan bahwa hadits ini sangat jelas menerangkan perintah tasymit apabila orang yang bersin memuji Allah. Dan juga menunjukkan larangan yang jelas mengucapkan tasymit apabila ia (yang bersin) tidak memuji Allah. Maka makruh mengucapkan tasymit kepadanya apabila ia tidak memuji Allah. Dan jikapun ia memuji Allah namun tak terdengar oleh orang lain, maka tidak ada perintah untuk bertasymit kepadanya. Maka Imam Nawawi menetapkan syarat: orang tadi mendengar ucapan orang yang bersin: Al-Hamdulillah. (Syarh Nawawi 'ala Muslim, 7/139: no. 3848)
Dan sebagai bentuk saling menasehati antara sesama muslim dan sebagai bentuk amar ma'ruf nahi munkar, maka disunnahkan bagi orang yang ada di sisi orang yang bersin tapi ia tidak memuji Allah untuk mengingatkannya agar membaca hamdalah. Tujuannya agar ia membaca al-Hamdulillah, lalu ia mengucapkan tasymit (mendoakan) kepadanya. (Lihat Subulus Salam, al-Shan'ani: 4/263)
. . . disunnahkan bagi orang yang ada di sisi orang yang bersin tapi ia tidak memuji Allah untuk mengingatkannya agar membaca hamdalah. Tujuannya agar ia membaca al-Hamdulillah, lalu ia mengucapkan tasymit (mendoakan) kepadanya.
Jika Bersin berulang-ulang, Bagaimana Mendoakannya?
Jika seorang muslim bersin dan ia memuji Allah, maka disyariatkan atas muslim lainnya yang mendengarnya agar mengucapkan tasymit kepadanya. Sebagian ulama ada yang memandangnya wajib, ada pula yang memandangnya sebagai sunnah mu'akkadah. Namun, pendapat yang lebih kuat menurut kami, adalah wajib kifayah. Yakni, apabila ada salah seorang dari kaum muslimin yang mendengar saudara muslimnya bersin dan mengucapkan hamdalah, lalu ia membacakan tasymit kepadanya, maka gugur kewajiban ini atas yang lainnya. Tapi jika tak seorangpun dari mereka yang membacakan tasymit, maka mereka semua berdosa. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
"Lima perkara yang wajib ditunaikan seorang muslim terhadap saudara (muslim)-nya: Menjawab salam, mendoakan yang bersin. . "
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Para sahabat kami dan selain mereka berselisih (tentang hukum) menjenguk orang sakit, membaca tasymit (mendoakan) orang yang bersin, dan memulai mengucapkan salam. Dan yang ditunjukkan oleh nash, hal-hal itu hukumnya wajib, dan dikatakan itu wajib atas kifayah." (Lihat Fatawa al-Kubra: 1/443)
Perintah membacakan tasymit kepada orang yang bersin dan memuji Allah, adalah yang dibawah tiga kali. Jika bersin berulang-ulang sampai lebih dari tiga kali maka tidak disyariatkan lagi untuk membacakan tasymit kepadanya, tapi didoakan agar ia segera sehat.
Diriwayatkan Abu Dawud, dari Abu Hurairah secara marfu':
إذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيُشَمِّتْهُ جَلِيسُهُ فَإِنْ زَادَ عَلَى ثَلَاثٍ فَهُوَ مَزْكُومٌ وَلَا يُشَمَّتُ بَعْدَ ثَلَاثٍ
"Apabila salah seorang dari kamu bersin, maka hendaklah teman duduknya bertasymit (mengucapkan 'Yarhamukallah') padanya, apabila bersin lebih dari tiga kali, maka berarti dia terkena flu, dan tidak harus ditasymit setelah tiga kali." (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah: no. 1330)
Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha' (1521), dari Abdullah bin Abi Bakar, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ، ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَشَمِّتْهُ ، ثُمَّ إِنْ عَطَسَ فَقُلْ : إِنَّكَ مَضْنُوكٌ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ لَا أَدْرِي أَبَعْدَ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
"Jika ia bersin maka bertasymitlah untuknya, kemudian jika ia bersin maka bertasymitlah untuknya, kemudian jika ia bersin maka bertasymitlah untuknya. Kemudian jika bersin lagi, maka ucapkanlah: "Sungguh engkau sedang flu". Abdullah bin Abi Bakar berkata: "Aku tak tahu, apakah sesudah ke tiga kali atau keempatnya?"
Dari Salamah bin al-Akwa' Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
يُشَمَّتُ الْعَاطِسُ ثَلَاثًا فَمَا زَادَ فَهُوَ مَزْكُومٌ
"Orang bersin dibacakan tasymit sebanyak tiga kali, maka lebih dari itu dia terkena flu." (HR. Ibnu Majah, no. 3704, dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunnah Ibnu Majah)
Imam Nawawi rahimahullah berkata: Jika seseorang mengalami bersin berulang-ulang, maka sunnahnya untuk membacakan tasymit kepadanya setiap kali bersin sampai tiga kali. Kami telah meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Sunnah Abi Dawud, dan al-Tirmidzi dari Salamah bin al-Akwa' Radhiyallahu 'Anhu, dia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada seseorang yang bersin di sisinya: Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Kemudian ia bersin lagi, maka beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepadanya: Laki-laki yang sedang menderita flu." Ini adalah lafadz Muslim.
Sedangkan riwayat Abu Dawud dan al-Tirmidzi: Salamah berkata: "Ada seseorang bersin di samping Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan saya menjadi saksinya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Yarhamukallah. Kemudian ia bersin ke dua dan ketiga, Rasulullah berucap: Yarhamukallah, ini laki-laki yang sedang flu." Imam Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih." (Dinukil dari al-Adzkar, Imam Nawawi: 1/273)
. . . Perintah membacakan tasymit kepada orang yang bersin dan memuji Allah, adalah yang dibawah tiga kali. Jika bersin berulang-ulang sampai lebih dari tiga kali maka tidak disyariatkan lagi untuk membacakan tasymit kepadanya, tapi didoakan agar ia segera sehat.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: apakah membacakan tasymit orang yang bersin itu satu bentuk saja, walaupun bersinnya berulang tiga kali atau lebih?
Jawab: Apabila ia bersin tiga kali dan engkau bertasymit untuknya setiap kali bersin, maka ucapkan setelah yang ketiga: 'aafakallah (Semoga Allah menyembuhkanmu). Karena bersinnya itu sebagai penyakit flu. Karenanya ucapkan: 'aafakallaah, sesungguhnya engkau sedang flu. Engkau mengucapkan 'Aafakallaah dan engkau berkata: Engkau sedang flu; supaya tidak terjadi salah paham dikiranya engkau mendoakannya agar Allah memaafkannya dari maksiat yang dikerjakannya atau dosa yang diperbuatnya. Engkau mengucapkan: Sesungguhnya engkau sedang flu; engkau memberitahunya bahwa engkau mendoakan kesejahteraan (kesehatan) baginya karena masalah ini saja." (Dikutip dari Liqa' Maftuh, no. 127). Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Selasa, 18 Februari 2014

Mengapa Hewan Harus Disembelih? Ini Penjelasan Yusuf Qardhawi dan Hasil Penelitian EEG-ECG

Diposkan oleh Admin BeDa pada Selasa, 18 Februari 2014 | 12.05 WIB

EEG - ilustrasi penelitian penyembelihan hewan
Islam mensyariatkan binatang ternak seperti sapi, kambing, dan unta harus disembelih agar halal dikonsumsi. Sementara akhir-akhir ini, beberapa negara Eropa termasuk Denmark melarang penyembelihan tanpa dibius, dengan alasan agar tidak menyakiti hewan.

Mengapa Islam mensyariatkan penyembelihan, bukan cara lain seperti mencekik, menembak atau membiusnya terlebih dahulu? Berikut hikmahnya menurut Syaikh DR Yusuf Qardhawi dan penelitian Hannover University dengan menggunakan Electro-Encephalograph (EEG) dan Electro Cardiograph (ECG):

Rahasia Penyembelihan dan Hikmahnya


Syaikh DR Yusuf Qardhawi dalam buku Halal dan Haram dalam Islam menjelaskan rahasia penyembelihan dan hikmahnya sebagai berikut:

Rahasia penyembelihan ini, menurut yang kami ketahui, adalah untuk melepaskan nyawa binatang dengan jalan yang paling cepat dan mudah, sehingga meringankan dan tidak menyakiti. Untuk itu maka disyaratkan alat yang dipakai harus tajam supaya lebih cepat.

Di samping itu dipersyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan pada leher, karena leher merupakan tempat yang lebih dekat untuk memisahkan kehidupan dengan mudah.

Rasulullah melarang menyembelih binatang dengan gigi dan kuku, karena penyembelihan semacam itu menyakiti binatang. Pada umumnya alat-alat tersebut hanya bersifat mencekik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan memudahkan penyembelihan. Beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
"Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada segala sesuatu. Oleh karena itu jika kamu membunuh, maka perbaikilah cara membunuhnya. Apabila kamu menyembelih maka perbaikilah cara menyembelihnya; tajamkanlah pisaunya serta mudahkanlah sembelihannya." (HR. Muslim)

Di antara tindakan yang baik adalah seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah memerintahkan menajamkan pisau dan tidak memperlihatkan proses penyembelihan kepada binatang-binatang lainnya yang akan disembelih. Beliau bersabda:

إِذَا ذَبَحَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجْهِزْ
"Apabila salah seorang di antara kamu menyembelih, lakukanlah dengan cepat." (HR. Ibnu Majah)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa ada seorang laki-laki membaringkan seekor kambing sambil mengasah pisaunya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أتريد أن تميتها موتات هلا حددت شفرتك قبل أن تضجعها
"Apakah engkau akan mematikannya beberapa kali? Mengapa tidak engkau asah pisaumu itu sebelum binatang tersebut engkau baringkan?" (HR. Hakim)

Umar Ibnul Khattab pernah juga melihat seorang laki-laki yang mengikat kaki seekor kambing dan diseretnya untuk disembelih, maka ia memperingatkan: “Celaka engkau! Giringlah dia kepada kematian dengan suatu cara yang baik.' (HR. Abdurrazzaq).

Hasil Penelitian dengan EEG-ECG

Situs resmi Universitas Airlangga, unair.ac.id, melansir hasil penelitian Hannover University dengan judul Penyembelihan Sapi dengan Stunning vs non Stunning sebagai berikut:

Disebutkan dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman, yaitu Prof Dr Schultz dan koleganya Dr Hazim memimpin penelitian mengenai manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syariat Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.

Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.

Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu arteri karotis dan vena jugularis.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof Schultz dan Dr Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Penyembelihan menurut Syariat Islam

Hasil penelitian dengan menerapkan praktik penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama, pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga, setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: "No feeling of pain at all!" (tidak ada rasa sakit sama sekali).

Keempat, karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan dengan cara Dipingsankan
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan roboh. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan tampaknya tanpa mengalami rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat, karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Hasil penelitian Prof Schultz dan Dr Hazim juga membuktikan pisau tajam yang mengiris leher ternyata tidaklah “menyentuh” saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi keterkejutan otot dan saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras.

Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Subhanallah... demikianlah hikmah dan rahasia mengapa Islam mensyariatkan penyembelihan hewan.
INNADDINA'INDHALLOHHILISLAM,... WAMAIYABTAKHI GHOIROL ISLAM FALYAKBAL AMALUHU 
 Wallahu a’lam bish shawab. [IK/bersamadakwah]

Minggu, 09 Februari 2014

Mengapa Air Laut Banten Surut Beberapa Hari ? Inilah Jawabannya


Diposkan oleh Abu Nida pada Minggu, 09 Februari 2014 | 10.42 WIB

ilustrasi dari ROL
Air laut di sepanjang perairan utara Banten sejak Selasa hingga Jumat siang tiba-tiba surut hingga mencapai sekitar satu kilometer. Fenomena aneh itu akhirnya terjawab oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang sebelumnya sempat mengaku bingung.

Dikutip dari ROL, berdasarkan informasi yang dihimpun dari situs BMKG di Jakarta pada Sabtu (8/2), hal tersebut terjadi akibat posisi bulan dan matahari terhadap bumi.

BMKG mencatat pada 30 Januari 2014, jarak bumi dan bulan mencapai titik terdekatnya (perigee)dengan jarak sebesar 357079,741 km.

Peristiwa ini hanya berselisih 11.41 jam dari fase bulan baru atau konjungsi atau terjadi pada 30 Januari 2014 pukul 21.41 UT atau 31 Januari 2014 pukul 04.41 WIB.

Maka, posisi bulan tersebut berefek menimbulkan pasang atau surut air laut dalam waktu dua hingga tiga hari ke depan.

Biasanya fenomena air laut surut dapat terjadi akibat beberapa kemungkinan seperti gempa bumi kuat yang mengakibatkan dasar laut bergerak naik (patahan naik) atau turun. Fenomena air laut yang disebabkan patahan tersebut akan menimbulkan tsunami beberapa menit setela gempa bumi.

Berdasarkan pemantauan seismik dari wilayah Banten dan Sumatera (Lampung) sejak 4 Februari sampai 5 Februari 2014, tidak ada rekaman gempa bumi yang terjadi.

Fenomena air laut surut dapat juga terjadi akibat adanya longsoran atau amblesan dasar laut dalam skala besar. Berdasarkan pemantauan seismik di daerah tersebut, tidak ada rekaman gempa bumi guguran (longsoran) yang terjadi.

Fenomena air laut surut dalam periode yang lama adala adanya fenomena uplift zona sekitar pantai. Gerakan uplift ini tidak dapat terpantau dari stasiun seismik tapi dapat dianalisis dari data GPS. [ROL/bersamadakwah]

Selasa, 04 Februari 2014

Wali Badal

H Shobirun Ahkam 
  Selasa, 04 Februari 2014 22:56
Mengikuti kataman Ibnu Majah, menjadi teringat ketika KH Abdul-Dzohir berkata, “Mungkin Abah tergolong wali badal.” Karena saat kataman Ibnu Majah, Ustadz Ikhwan membacakan Hadits tentang para wali badal. Dia menyampaikan bahwa akhlaq wali badal 10 macam.

Penulis menyampaikan keunikan wali badal bernama Ibrahim bin Adham (إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَدْهَمَ). Ibrahim bin Adham pernah mendatangi kaum yang naik perahu. Dia dimintai oleh pemilik perahu, “Mana uang dua dinar?.”

Dia menjawab, “Saya tidak membawa uang. Tapi nanti kau akan saya beri.”

Pemilik perahu heran padanya, dan berkata, “Kita ini di atas lautan! Bagaimana mungkin kau akan memberi saya uang?.”

Tapi lalu memperbolehkan Ibrahim masuk perahu.

Pengendara perahu sudah sampai daratan. Pemilik perahu bersumpah, “Demi Allah saya akan mengecek sungguh bagaimana jalannya bisa memberi uang pada saya? Apa memang dia menyembunyikan uang di sini?. Mulutnya berkata, “Mana uangnya dua dinar?.”

Ibrahim berkata, “Tenang! Akan saya beri.”

Ketika menjauh, Ibrahim tidak tahu bahwa di diikuti oleh dia. Ibrahim mengamalkan shalat. Ketika akan berpaling, Ibrahim berdoa, “Tuhan! Orang ini menuntut uang haknya yang harus saya bayar! Berilah saya!.” Sambil bersujud.

Setelah bangun, di sekelilingnya terdapat beberapa uang dinar. Dan ternyata pemilik perahu berada di situ. Ibrahim berkata, “Ambillah hakmu! Jangan mengambil lebih! Jangan kau ceritakan tentang ini!.” Rombongan berjalan lagi. Tiba-tiba kabut tebal menyelimuti alam dan gelap-gulita, hingga sama ketakutan. Pemilik perahu berkata, “Mana yang barusan memberi saya dua dinar?.”

Mereka berkata pada Ibrahim, “Berdoalah agar ketakutan yang melanda ini hilang!.”

Ibrahim memejamkan mata lalu berdoa, “Ya Tuhan! Ya Tuhan! Kau telah menunjukkan QodratMu! Tunjukkan pada kami Rahmat dan AmpunanMu!.” Tak lama kemudian kabut dan gelap hilang. Mereka melanjutkan perjalanan. [1]



[1] حلية الأولياء وطبقات الأصفياء (8/ 7)

حُدِّثْتُ عَنْ أَبِي طَالِبٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ سَوَادَةَ , ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْجُنَيْدِ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ، , حَدَّثَنِي عَيَّاشُ بْنُ عَاصِمٍ , حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ صَدَقَةَ أَبُو مُهَلْهِلٍ وَكَانَ يُقَالُ إِنَّهُ مِنَ الْأَبْدَالِ قَالَ جَاءَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَدْهَمَ إِلَى قَوْمٍ قَدْ رَكِبُوا سَفِينَةً فَقَالَ لَهُ صَاحِبُ السَّفِينَةِ: هَاتِ دِينَارَيْنِ قَالَ لَهُ: لَيْسَ مَعِي وَلَكِنْ أُعْطِيكَ بَيْنَ يَدَيَّ فَعَجِبَ مِنْهُ وَقَالَ: إِنَّمَا نَحْنُ فِي بَحْرٍ كَيْفَ تُعْطِيَنِي ثُمَّ أَدْخَلَهُ فَصَارُوا حَتَّى انْتَهَوْا إِلَى جَزِيرَةٍ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ صَاحِبُ السَّفِينَةِ: وَاللهِ لَأَنْظُرَنَّ مِنْ أَيْنَ يُعْطِينِي هَلِ اخْتَبَأَ هَهُنَا شَيْئًا فَقَالَ لَهُ: هَاتِ الدِّينَارَيْنِ فَقَالَ: نَعَمْ فَخَرَجَ فَاتَّبَعَهُ الرَّجُلُ وَهُوَ لَا يَدْرِي فَانْتَهَى إِلَى آخِرِ الْجَزِيرَةِ فَرَكَعَ , فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ قَالَ: يَا ربُّ إِنَّ هَذَا طَلَبَ حَقَّهُ الَّذِي لَهُ عَلَيَّ فَأَعْطِنِي وَهْوَ سَاجِدٌ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَإِذَا حَوْلُهُ دَنَانِيرُ وَإِذَا الرَّجُلُ وَاقِفٌ , فَقَالَ لَهُ: جِئْتَ خُذْ حَقَّكَ وَلَا تَزِدْ عَلَيْهِ وَلَا تَذْكُرْ هَذَا فَمَضَوْا فَأَصَابَتْهُمْ عَجَاجَةٌ وَظُلْمَةٌ خَشُوا الْمَوْتَ , فَقَالَ الْمَلَّاحُ: أَيْنَ صَاحِبُ الدِّينَارَيْنِ فَقَالُوا لِإِبْرَاهِيمَ بْنِ أَدْهَمَ: مَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ ادْعُ، فَأَرْخَى عَيْنَيْهِ فَقَالَ: يَا ربُّ يَا رَبُّ أَرَيْتَنَا قُدْرَتَكَ فَأَرِنَا رَحْمَتَكَ وَعَفْوَكَ ثُمَّ سَكَنَتِ الْعَجَاجَةُ وَسَارُوا ".

Rujukan: http://mulya-abadi.blogspot.com/2014/02/wali-badal.html