by felixsiauw on Feb 8, 2012
“Jika kamu masih mempunyai banyak pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman, Iman adalah percaya apa adanya, tanpa reserve”.
Begitulah kira-kira suatu pernyataan
yang akan selalu saya ingat didalam hidup saya. Waktu itu saya masih
seorang penganut Kristen Katolik berusia 12 tahun yang banyak sekali
pertanyaan didalam hidup saya. Diantara pertanyaan-pertanyaan itu, tiga
pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal kehidupan ini, Untuk
apa adanya kehidupan ini, dan akan seperti apa akhir daripada kehidupan
ini. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah pertanyaan-pertanyaan
turunan, “Kenapa tuhan pencipta kehidupan ini ada 3, tuhan bapa, putra
dan roh kudus? Darimana asal tuhan bapa?”, atau “Mengapa tuhan bisa
disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”. Jawaban-jawaban itu
selalu akan mendapatkan jawaban yang mengambang dan tak memuaskan.
Ketidakpuasan lalu mendorong saya untuk
mencari jawaban di dalam alkitab, kitab yang datang dari tuhan, yang
saya pikir waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah
saya mempelajari isi alkitab yang belasan tahun tidak pernah saya buka
secara sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya saya, setelah sedikit
berusaha memahami dan mendalami alkitab, saya baru saja mengetahui pada
saat itu jika 14 dari 27 surat dari injil perjanjian baru ternyata
ditulis oleh manusia, saya hampir tidak percaya bahwa lebih dari
setengah isi kitab yang katanya kitab tuhan ditulis oleh manusia, yaitu
Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika saya mengetahui bahwa sisa
kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia setelah
wafatnya Yesus. Sederhananya, Yesus pun tidak mengetahui apa isi
injilnya. Lebih dari itu semua, konsep trinitas yang menyatakan tuhan
itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang
merupakan inti dari ajaran kristen pun ternyata adalah hasil konggres
di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses mencari jawaban di dalam
alkitab pun, saya menemukan sangat sedikit sekali keterangan yang
diberikan di dalam alkitab tentang kehidupan setelah mati hari kiamat
dan asal usul manusia.
Setelah proses pencarian jawaban di
dalam alkitab itu, saya memutuskan bahwa agama yang saya anut tidaklah
pantas untuk dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberikan saya
jawaban atas pertanyaan mendasar saya, juga tidak memberikan kepada saya
pedoman dan solusi dalam menjalani hidup ini. Sejak saat itu, saya
memutuskan untuk menjadi seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap
percaya kepada Tuhan. Saya mengambil kesimpulan bahwa semua agama tidak
ada yang benar, karena sudah diselewengkan oleh penganutnya seiring
dengan waktu. Saya menganggap semua agama sama, tidak ada yang benar dan
tidak ada yang salah. Saya juga berpandangan bahwa Tuhan laksana
matahari, dimana para nabi dengan agamanya masing-masing adalah bulan
yang memantulkan cahaya matahari, dan pemantulan itu tidak ada yang
sempurna, sehingga agama pun tidak ada yang sempurna Tanpa sadar waktu
itu saya masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah saya manusia yang
sinkretis dan pluralis pada waktu itu.
Tetapi semua pandangan itu berubah 5
tahun kemudian ketika saya memasuki semester ketiga saya ketika
berkuliah di salah satu PTN. Saya menemukan bahwa teori saya bahwa semua
agama itu sama hancur samasekali dengan adanya realitas baru yang saya
dapatkan. Lewat pertemuan saya dengan seorang ustadz muda aktivis
gerakan da’wah islam internasional, perkenalan saya dengan al-Qur’an
dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan saya dengan seorang teman
saya tentang kebenaran. Dia berpendapat bahwa kebenaran ada di dalam
al-Qur’an, sedangkan saya belum mendapatkan kebenaran. Sehingga
dipertemukanlah saya dengan ustadz muda ini untuk berdiskusi lebih
lanjut.
Setelah bertemu dan berkenalan dengan
ustadz muda ini, saya lalu bercerota tentang pengalaman hidup saya
termasuk ketiga pertanyaan hidup saya yang paling besar. Kami lalu
berdiskusi dan mencapai suatu kesepakatan tentang adanya Tuhan pencipta
alam semesta. Adanya Tuhan, atau Sang Pencipta memanglah sesuatu yang
tidak bisa disangkal dan dinafikkan bila kita benar-benar memperhatikan
sekeliling kita. Tapi saya lalu bertanya pada ustadz muda itu “Saya
yakin Tuhan itu ada, dan saya berasal dari-Nya, tapi masalahnya ada 5
agama yang mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani
hidupnya. Yang manakah lalu yang bisa kita percaya?!”. Ustadz muda itu
berkata “Apapun diciptakan pasti mempunyai petunjuk tentang caranya
bekerja” lalu dia menambahkan “Begitupun juga manusia, masalahnya, yang
manakah kitab petunjuk yang paling benar dan bisa membuktikan diri kalau
ia datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa” lalu diapun
membacakan suatu ayat dalam al-Qur’an:
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (TQS al-Baqarah [2]:2)
Ketika saya membaca ayat ini saya
terpesona dengan ketegasan dan kejelasan serta ketinggian makna
daripada kitab itu. Mengapa penulis kitab itu berani menuliskan seperti
itu?. Seolah membaca pikiran saya, ustadz itu melanjutkan “kata-kata ini
adalah hal yang sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, ciptaan
yang terbatas, Melainkan Pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan
al-Qur’an menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya!”
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan
tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (TQS al-Baqarah [2]: 23)
Waktu itu saya membeku, pikiran saya
bergejolak, seolah seperti jerami kering yang terbakar api. Dalam hati
saya berkata “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini saya cari!”.
Tetapi waktu itu ada beberapa keraguan yang menyelimuti diri saya, belum
mau mengakui bahwa memang al-Qur’an adalah suatu kitab yang sangat
istimewa, yang tiada seorangpun yang bisa mendatangkan yang semacamnya.
Lalu saya bertanya lagi “Lalu mengapa agama yang sedemikian hebat malah
terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?”.
Dengan tersenyum dan penuh ketenangan ustadz muda itu menjawab “Islam
tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna, mulia dan tinggi, tidak ada
satupun yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab dalam Islam. Muslim akan
mulia, tinggi juga hebat. Dengan satu syarat, mereka mengambil Islam
secara kaffah (sempurna) dalam kehidupan mereka”
“Jadi maksud ustadz, muslim yang sekarang tidak atau belum menerapkan Islam secara sempurna?!” sata menyimpulkan.
“Ya, itulah kenyataan yang bisa Anda lihat” tegas ustadz muda itu.
Lalu saya dijelaskan panjang lebar
tentang maksud bahwa Islam berbeda dengan Muslim. Penjelasan itu sangat
luar biasa, sehingga memperlihatkan bagaimana sistem Islam kaffah
bekerja. Sesuatu yang belum pernah saya dengar tentang Islam sampai saat
itu, sesuatu yang tersembunyi (atau sengaja disembunyikan) dari Islam
selama ini. Saat itu saya sadar betul kelebihan dan kebenaran Islam.
Hanya saja selama ini saya membenci Islam karena saya hanya melihat
muslimnya bukan Islam. Hanya melihat sebagian dari Islam bukan
keseluruhan.
Akhirnya ketiga pertanyaan besar saya
selama ini terjawab dengan sempurna. Bahwa saya berasal dari Sang
Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara
luas) kepada-Nya karena itulah perintah-Nya yang tertulis didalam
al-Qur’an. Dan al-Qur’an dijamin datang dari-Nya karena tak ada
seorangpun manusia yang mampu mendatangkan yang semacamnya. Setelah
hidup ini berakhir, kepada Allah saya akan kembali dan membawa perbuatan
ibadah saya selama hidup dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya sesuai
dengan aturan yang diturunkan oleh Allah. Setelah yakin dan memastikan
untuk jujur pada hasil pemikiran saya. Saya memutuskan:
“Baik, kalau begitu saya akan masuk Islam!”
Saya tahu, saya akan menemui banyak
sekali tantangan ketika saya memutuskan hal ini. Saya memiliki
lingkungan yang tendensius kepada Islam dan saya yakin keputusan ini
tidak akan membuat mereka senang. Tapi bagaimana lagi, apakah saya harus
mempertahankan perasaan dan kebohongan dengan mengorbankan kebenaran
yang saya cari selama ini?!. “Tidak, sama sekali tidak” saya memastikan
pada diri saya sendiri lagi. Artinya walaupun tantangan di depan mata,
saya yakin bahwa Allah, yang memberikan saya semuanya inilah yang pantas
dan harus didahulukan.
Setelah menemukan Islam, saya menemukan
ketenangan sekaligus perjuangan. Ketenangan pada hati dan pikiran karena
kebenaran Islam. Dan perjuangan karena banyak muslim yang masih
terpisah dengan Islam dan tidak mengetahui hakikat Islam seperti yang
saya ketahui, kenikmatan Islam yang saya nikmati dan bangga kepada Islam
seperti saya bangga kepada Islam. Dan mudah-mudahan, sampai akhir hidup
saya dan keluarga saya, kami akan terus di barisan pembela Islam yang
terpercaya. Janji Allah sangat jelas, dan akan terbukti dalam waktu
dekat. Allahuakbar!
Dan Allah Telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka
bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka
Itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nuur [24]: 55)
Terimakasih Allah SWT, telah memberiku al-Qur’an dan taufik.
Terimakasih wahai rasulullah Muhammad saw. atas kasih sayang dan
perjuangannya. Terimakasih untuk Mami yang telah melahirkan dan mengasuh
serta membesarkanku. Papi atas pelajaran nalar dan kritisnya sehingga
aku bisa menemukan Islam. al-Ustadz Fatih Karim atas kesabaran dan
persaudaraanya. al-Ustadz Ahmad Muhdi atas kritik dan perhatiannya. Ummi
Iin atas percaya dan penurutnya. Teman-teman HDHT, terimakasih atas
bimbingannya
Felix Siauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar