Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan dan/atau dapat dikatakan PBB adalah pajak atas
harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property
tax)[1]. Jadi sudah jelas bagi kita bahwa Objek Pajak Bumi Dan
Bangunan / PBB adalah tanah dan atau bangunan sedangkan yang dimaksud
dengan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau
badan yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa
tanah dan atau bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa). Atau dapat kita
klasifikasikan bahwa Subjek pajak adalah Orang atau Badan yang secara nyata yakni:
1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
2. memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau.
3. memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau.
4. memperoleh manfaat atas bangunan.
Walaupun
demikian, namun tidak semua objek pajak PBB dapat dikenakan pajak.
Dalam hal ini, ada beberapa pengecualian benda-benda yang tidak bergerak
yang tidak dapat dikenakan pajak seperti:
- Yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang :
a. Ibadah,
b. Sosial,
c. Kesehatan,
d. Pendidikan, dan
e. Kebudayaan nasional,
f. Yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. - Yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
- Yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
- Yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Jadi
dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP
ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
- Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
- Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
- Nilai perolehan baru;
- Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
- 1. Apa saja hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam UU PBB?
- Bagaimana cara perhitungan pajak bumi dan bangunan?
\
BAB III
P E M B A H A S A N
- 1. hak-hak Wajib Pajak dalam UU PBB:
- a. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan PBB, Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk.
- b. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak;
- c. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.
- d. Memperbaiki / mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain).
- e. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.
- f. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.
- g. Memperoleh tanda terima SPPT.
- h. Memperoleh Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dan Tanda Terima Sementara (TTS).
- i. Mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.
- j. Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima/dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
kewajiban Wajib Pajak dalam UU PBB:
1. Mendaftarkan Objek Pajak.
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.
3.
Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi Wajib Pajak ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat paling
lambat 30 hari setelah formulir SPOP diterima.
4. Melaporkan
perubahan data Objek Pajak/Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan PBB atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai
perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.
SPOP yang dimaksud diatas adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang-undang PBB .
hal
ini sudah jelas dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP
dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, yang
dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri.
Benar, berarti
data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sesuai
dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada SPOP.
Lengkap, berarti terisi semua dan ditandatangani beserta lampirannya.
- 2. cara perhitungan pajak
Sebelum
kita masuk kedalam perhitungan pajak, terlebih dahulu kita harus
mengetahui apa yang dimaksud dengan beberapa istilah berikut ini:
- Tarif Pajak
Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %
- Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
NJOP
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi secara wajar,
NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.
- Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
NJKP
adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak,
yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Besarnya
NJKP ditetapkan sebesar :
a) Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh persen ) dari Nilai jual Objek Pajak;
b) Objek pajak lainnya :
- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih.
- b. Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Pajak Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
- NJOPTKP
NJOPTKP
adalah batas minimal NJOP yang menurut ketentuan UU tidak dikenakan
pajak. NJOPTKP ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- (dua belas
juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap
daerah kabupaten/kota, ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Pajak atas
nama Menteri Keuangan berdasarkan pendapat Pemda setempat. Apabila
seorang wajib pajak memiliki beberapa objek pajak, maka yang diberikan
NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang mempunyai nilai jual paling
besar. Sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa
dikurangi dengan NJOPTKP.
Dalam perhitungan berapa besar pajak bumi dann bangunan yang dikenakan pada siwajib pajak kita juga menggunakan sebuah rumus.
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
- Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,2%x(NJOP-NJOPTKP) - Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,1 %x (NJOP -NJOPTKP)
Contoh soal.
- Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.
- Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000,-/m2
- Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000,-/m2
Berapakah besar Pajak yang dikenakan kepada mereka?
Jawaban:
Penghitungan PBB-nya :
- Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-
- Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-
- NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 1.189.200.000,-
- NJOPTKP = Rp 12.000.000,-
- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.181.200.000,-
- NJKP 40% x (NJOP - NJOPTKP)= 40% x (1.189.200.000-12.000.000)
= 40% x Rp.1,177.200.000
=Rp.470.880.000.-
Jadi PBB yang terutang 0,5% x Rp.470.880.000= Rp 2.354.400.-
(Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus)
2.
Apabila Objek Pajak pada contoh A dimiliki / dikuasai / dimanfaatkan
oleh PNS, ABRI, Pensiunan termasuk janda / dudanya yang berpenghasilan
semata-mata dari gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah :
NJKP 20% x (NJOP - NJOPTKP) = 20% x (1.189.200.000-12.000.000)
= 20% x Rp. 1,177.200.000
=Rp. 235.440.000.-
Jadi PBB yang terutang0,5% x Rp 235.440.000,- = Rp 1.177.200,-
(Satu juta seratus tujuh puluh tujuh ribu dua ratus rupiah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar